LANGKAH AWAL

Sekali lagi aku duduk disini diujung rindu menunggu mentari muncul dari ufuk timur. Seuntai kata sempat terlontar dari lidah yang tak bertulang, lalu dihempas angin, kemudian menjauh dan hilang. Entah teruntuk siapa, yang ku tau itu tentang sebuah rindu.

Suara nyanyian surgawi dari sepasang burung kenari tak begitu indah terdengar lagi. Bukan.. Bukan karena suara hiruk piruk kota ini yang membuatnya tak lagi indah. Namun janji manis darinya yang masih terngiang ditelinga. “Aku tak akan pernah meninggalkanmu hingga maut memisahkan kita berdua“ katanya dengan mata yang berbinar memberikan sinar harapan.

Tapi kenyataannya..

Disinilah aku ditemani semangkuk bubur kacang ijo tanpa tape. Mencoba menghangatkan hati yang mulai membeku dan mati rasa. Disetiap suapan aku membayangkan wajah senduh yang selalu menemani disisiku. Wajah senduh yang kini sudah pergi menjauh bersama lelaki baru.

Sesekali ku lempar pandanganku jauh kearah laut. Bertanya bagaiman kabarmu disana ? apakah kau merasakan apa yang ku rasakan ? atau lagi asikkah kau menyiapkan sarapan untuk lelaki yang kini kau panggil sayang ?

“Salahkah diriku merindukan seseorang yang bukan milikku lagi ?“ tanyaku pada ombak yang pecah menghantam bebatuan dihadapanku.
Mentari menyongsong dan hati ku masih saja kosong. Sadar bahwa menunggu adalah omong kosong. Jalan keluar bukan lagi bengong.

Ini saatnya aku berdiri. Meletakkan mangkuk yang tak lagi berisi. Lalu melangkah pergi meninggalkan sedih dibibir pantai wisata bahari. Hari ini aku siap untuk bahagia. Walau pun tidak bersama dia, aku tetap harus bahagia.


HARUS BAHAGIA !!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESAH

MENGENANG

PENANDA