PAMIT
Dari
langka kecil kita memulai perjalanan yang jauh. Menuju jarak yang tak terbatas
lalu hilang ditelan arah. Bertemu dengan orang-orang baru, kemudian bersahabat
dekat lalu menjadi akrab. Tanpa sadar jatuh dalam rasa yang kita sebut cinta
dan kasih sayang. Seperti biasa kita memang hanyalah makhluk yang mudah terbawa
suasana dan sering menerka-nerka isi hati sesama. Hingga akhirnya menyesal
karena salah menanggapi rasa.
Seiring
langkang menghilang dibalik waktu yang terus berputar, ada zona nyaman yang kita
lupakan. Rumah. Seperti itu kita menyebutnya. Tempat dimana terdapat orang-orang
yang menyayangi kita. Lalu apa jadinya jika didalam perjalanan kita menemukan
tempat dimana terdapat orang-orang yang menyayangi kita sebagaimana yang kita
dapatkan dirumah ? Bisakah kita menyebutnya dengan rumah ? Ataukah hanya tempat
bersinggah yang kemudian kelak akan terlupakan saat langkah memaksa kita untuk
kembali pulang ? Bukankah kita sering kali pergi sejauh-jauhnya untuk kemudian
kembali ke tempat semula ?
Tak
ada jawaban yang pasti untuk hal-hal seperti ini. Mungkin hati lebih memilih
diam hingga akhirnya tiba untuk berpamitan dan menentukan kemana kita harusnya
berpulang. Hingga saat itu tiba semoga tak ada lagi dari kita yang
menerka-nerka isi hati sesama atau pun salah menanggapi rasa. Kalau pun kelak
kita bukanlah tempat untuk berpulang, paling tidak kita pernah menjadi tempat
untuk bersinggahan dan menghabiskan waktu bersama dalam sebuah cerita. Berjanjilah
padaku untuk tak pernah melupakan cerita kita. Sekian.
Aku
pamit !!
Tulisan ini seakan mengambarkan bahwa penulis mau bunuh diri. Kok bisa sampai terlintas di pikiran yah? Walahualam..
BalasHapus