HUJAN

Ketika awan berkumpul menutupi birunya langit hingga sang mentari tak mampu menyentuh bumi, saat itulah aku mulai mengenalnya. Iya, dia adalah Kristal-kristal es yang tinggal diatas awan. Kemudian mencair menjadi tetesan air yang tertiup angin. Dialah anugrah terindah yang pernah di ciptakan oleh Yang Maha Kuasa. Dia adalah hujan. Kekasihku.

Aku sangat suka bercerita tentang hujan. Kepada ayah, ibu, kakak, adik, teman-teman, tukang bubur, penjual tomat di pasar bahkan kepada setiap makhluk hidup yang kujumpai. Termasuk kucing peliharaan tetangga yang sering datang kerumah mencuri ikan dan burung kenari yang setiap pagi bertengger dipohon depan jendela kamarku.

Aku sangat menyukainya. Iya, dia adalah hujan. Tatkala dia datang dengan suaranya yang bergemuru, Ku sambut dia dengan membentangkan kedua tanganku, menghadapkan wajahku kelangit dan membuka mulutku selebar mungkin. Ada kenikmatan tersendiri ketika kita bercinta dibawah langit mendung. Aku dan hujan. Kita adalah sepasang kekasih.

Suara Guntur terdengar seperti musik klasik nan romantis ditelingaku. Sedangkan kilat, kilat bagiku adalah cahaya kamera photografi yang sedang mengambil gambarku bersama kekasihku. Menari-nari kita berdua menari. Menghabiskan waktu hingga si mentari datang menyinari dan membawa si pelangi.

Aku benci pelangi. Dimataku dia bagaikan orang ketiga yang ingin merusak hubunganku dengan kekasihku. Dia membuat setiap orang yang melihatnya terpesona. Menyembunyikan wajah aslinya dan kebusukannya dibalik warna-warninya. Dasar si perusak hubungan.

Selain si pelangi, ada lagi yang tidak suka dengan hubungan kami. Mereka adalah orang tuaku. kadang orang tuaku tak suka padanya, pada sang hujan. Ketika hujan datang, mereka biasanya melarangku keluar, mengurungku dalam rumah lalu berkata “ Sebentar kau malah sakit anakku “. Disaat seperti itu terkadang aku merasa sedih. Sangat sedih. “ Mana mungkin kekasihku menyakitiku ? Kekasihku tak sejahat itu “. Batinku membelah.

Sakit. Sungguh sakit.


Menyaksikan sang kekasih terhempas dari langit dan menghantam bumi itu sangat sakit. Apa yang bisa aku lakukan ? Aku terkurung disini, disebuah tempat yang kusebut rumah. Tak bisa melakukan apa-apa. Hanya menatap kekasihku lewat jendela kecil. Sesekali ku coba berinteraksi dengannya tapi suaraku tak terdengar karena terhalang oleh kaca jendela. Satu-satunya hal yang bisa kulakuan hanya menangis dan terus menangis. Membuat hujanku sendiri dari kedua mataku sebagai bukti betapa aku menginginkanmu dan berharap agar kau bisa berada disini bersamaku walau dalam wujud air mata. Untukmu kekasihku. HUJAN.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESAH

MENGENANG

PENANDA